DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERTANIAN KABUPATEN SERUYAN

PENCEGAHAN PENYAKIT ANTHRAK

PENCEGAHAN PENYAKIT ANTHRAK

Antraks merupakan penyakit menular yang bersifat zoonosis, sudah sangat lama dikenal di Indonesia dengan kasus pertama dilaporkan pada tahun 1832 di Kecamatan Tirawuta dan Moweng, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Walaupun teknik pengendaliannya dengan pengawasan/pembatasan lalulintas dan vaksinasi cukup efektif, namun penyakit ini selalu muncul sewaktu-waktu baik di daerah endemis maupun non endemis antraks seperti yang terjadi pada ternak dan manusia di Sulawesi Selatan dan Gorontalo pada tahun 2016.

Antraks adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis (B. anthracis) yang dapat menyerang hewan dan manusia (zoonosis). Hewan yang dapat terserang, baik domestik maupun liar, terutama hewan herbivora, seperti sapi, domba, kambing. Kuman B. anthracis mampu membentuk endospora yang tahan di dalam tanah hingga puluhan tahun, sehingga dapat menjadi sumber infeksi sepanjang waktu yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan kematian pada hewan dan manusia. Antraks yang berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 4026 tahun 2013 telah ditetapkan sebagai salah satu dari 25 (dua puluh lima) penyakit hewan menular strategis (PHMS), dapat mengakibatkan kerugian ekonomi seperti kematian ternak dan manusia serta operasional pengendalian penyakit yang perlu dilakukan terus menerus. Kejadian antraks pada manusia di Indonesia hampir selalu berhubungan dengan kejadian antraks pada hewan. Antraks juga berdampak negatif terhadap perekonomian, perdagangan, sosio-politik dan keamanan suatu negara karena endospora bakteri ini berpotensi untuk dipergunakan sebagai senjata biologi (biological weapon/bioterorism).

Wabah antraks pada ternak di Indonesia muncul secara sporadis di beberapa daerah endemis terutama sering berkaitan dengan curah hujan tinggi dan banjir. Kebanyakan wabah antraks terjadi di dataran rendah yang mempunyai perbedaan musim dan secara langsung berkaitan dengan jumlah curah hujan. pencegahan penularan antraks pada ternak dengan cara vaksinasi merupakan metode yang paling tepat, di samping kegiatan pemusnahan/pembakaran bahan yang tercemar oleh kuman antraks. Namun vaksinasi harus dilakukan secara rutin dan tepat (waktu, aplikasi, dosis, dll) serta cakupan jumlah hewan divaksinasi. Kenyataan yang ada walaupun vaksin sudah tersedia, namun jumlahnya belum dapat memenuhi kebutuhan jika vaksinasi dilakukan secara rutin untuk semua ternak rentan di daerah endemis. Vaksin antraks yang digunakan untuk vaksinasi ternak di Indonesia pada umumnya menggunakan vaksin spora hidup (live spores vaccine), yang mengandung B. anthracis galur Sterne 34F2, bersifat toksigenik, dan tidak berkapsul. Dosis standar untuk vaksin antraks menurut OIE adalah 10 juta spora untuk sapi dan 5 juta spora untuk kambing/domba. Sedangkan kebutuhan spora dalam vaksin antraks untuk sapi menurut Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) saat ini perlu ditingkatkan jumlahnya dari 10 juta spora menjadi 2×10 juta per dosisnya, sedangkan untuk vaksinasi kambing/domba kandungan spora yang dibutuhkan dalam vaksin ditingkatkan jumlahnya dari 1 juta menjadi 1−5 juta per dosisnya.

Penggunaan dan pemeliharaan biang vaksin galur Sterne 34F2 harus baik dan benar sesuai yang dipersyaratkan oleh OIE, misalnya jika seed vaksin sering dilakukan subkulture atau pasase akan terjadi perubahan dan penurunan sifat imunogeniknya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ulang secara berkala terhadap seed vaksin antraks galur Sterne 34F2 yang dipakai oleh PUSVETMA sebagai sumber biang vaksin apakah masih memiliki daya imunogenik sebagaimana dipersyaratkan oleh OIE.(Purnomojati Anggoroseto, SP, MSi.)

(Sumber: Kajian Kebijakan Pengendalian Antraks Pada Ternak Di Indonesia Dan Kaitannya Dengan Kejadian Antraks Pada Manusia, Balai Besar Penelitian Veteriner Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, 2016)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *